Senin, 16 November 2009

PEMBAHARUAN PARADIGMA PEMBELAJARAN

PEMBAHARUAN PARADIGMA PEMBELAJARAN
Oleh : Falidan Ahmad
Guru Kelas III SDSN JLAMPRANG

Sebuah kisah, yang berawal dari aksi seorang penyanyi musik melayu begitu atraktif di atas panggung berukuran mini mampu membius penonton yang memadati halaman rumah pak Wahyu yang kala itu tengah menggelar pesta pernikahan putri semata wayangnya. Penonton begitu terpana menyaksikan semangat membara, raut muka yang tiada tersirat rasa lelah meskipun telah mulai bernyanyi sejak dua jam yang lalu, dipadu dengan gerakan tubuh yang masih terjaga dengan baik, menggambarkan besarnya energi dan baiknya stamina sang penyanyi. Setelah pementasan berakhir, seorang penonton yang masih diselimuti penasaran dan rasa ingin tahu, memberanikan diri bertanya kepada penyanyi: “Maaf Mbak, penampilan anda begitu aktraktif, energik dan bersemangat meskipun tiga jam tiada henti menghibur penonton, jika dilihat dari luwesnya gerakan tubuh, sepertinya anda sudah lama menjadi penyanyi. Kalau saya boleh tahu, sejak kapan anda mulai bernyanyi? Adakah kiat- kiat khusus untuk menjaga stamina tubuh anda?”. Dengan senyum manis penyanyi tersebut menjawab: “Terima kasih atas sanjungan bapak, sudah satu tahun ini saya menjadi penyanyi. Sebelumnya saya menjadi guru SD selama 2 bulan di desa, tapi karena kebutuhan hidup, saya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan tersebut. Kalau suara saya terdengar lantang dan energik, itu karena saya sudah terbiasa sejak menjadi guru, tapi saya masih kalah energik apabila dibandingkan dengan guru SD yang setiap hari harus mengajar dengan suara lantang di depan kelas…..” Jawaban sederhana yang begitu mengejutkan si penanya, yang ternyata juga berprofesi sebagai seorang guru SD. Kemudian penonton itu berkata: “Anda tidak salah, guru memang memiliki stamina yang tinggi, tapi saya tidak setuju atas pernyataan anda bahwa guru sama seperti penyanyi, itu pemikiran yang terlalu sempit. Maaf, saya lebih tahu karena saya juga seorang guru SD “. Dengan senyum kecil, guru SD pun melangkah pergi sembari merenungkan jawaban sederhana penyanyi itu.

Guru bukanlah penyanyi
Maaf, kisah ini bukan bermaksud menganalogikan guru dengan penyanyi, tiada terlintas sedikitpun. Profesi guru begitu terhormat karena dedikasi dan pengabdian mencerdaskan generasi penerus bangsa dengan segenap kompetensi paedogagik, kepribadian, sosial dan profesionalisme, memang jauh lebih mulia apabila dibandingkan dengan pekerjaan yang hanya berorientasi pada nominal rupiah. Selain perbedaan mendasar dalam tujuan dan orientasinya, perbedaan secara signifikan juga dapat dikaji dari berbagai dimensi dan bermacam sudut pandang secara kompleksitas. Seorang penyanyi hanya melakukan “ aksi – reaksi “ sebagai pelaku tunggal dalam tindakan atas obyek, akan tetapi seorang guru dapat memodifikasi “ aksi- reaksi” menjadi sebuah “ interaksi ”antar subyek.
Akan tetapi, apabila ditelaah secara komperhensip lagi, terdapat benang merah antara guru dengan penyanyi, sudut yang terbentuk dari keduanya adalah stamina energik yang dipadu dengan penampilan atraktif. Dalam aksinya, seorang penyanyi harus didukung dengan stamina kuat dan penampilan atraktif, begitupula seorang guru harus memiliki stamina kuat dan penampilan atraktif di depan kelas dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada subyek didik. Adapun yang membedakan besarnya stamina diantara keduanya adalah durasi waktu dalam melakukan tindakan. Subyek pertama hanya melakukan tindakan selama 3 jam, sedangkan pada subyek kedua dua kali lebih lama/ 6 jam (guru SD mengajar dari pukul 07.00-13.00).
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa seorang guru memang jauh lebih energik bila dibandingkan dengan seorang penyanyi. Luar biasa!!! Dengan beban dan tugas yang begitu besar, seorang guru masih memerlukan energi yang begitu besar pula.

Pembaharuan paradigma dan rintangan
Maksud dari telaah kisah diatas bukan hanya sekedar memberikan apresiasi atas dedikasi pahlawan tanpa tanda jasa dalam mengeksplisit dan mengimplisitkan nilai – nilai hidup kepada generasi bangsa, tapi lebih dari itu, makna qauniyah dari kisah tersebut hendaknya memberikan inspirasi bagi kita, bahwa tugas dan tanggung jawab besar, tidak harus memerlukan energi yang besar. Lantas timbul pertanyaan, bagaimana mungkin tugas besar bisa dilalukan dengan energi yang relatif lebih kecil?. Sebenarnya kita pun telah mempunyai jawaban atas pertanyaan tersebut, jawabnya adalah “pembaharuan paradigma”.
Memang, untuk memperbaharui paradigma, tidaklah semudah membalik telapak tangan. Kompleksnya tantangan (bukan dipandang sebagai permasalahan) dalam dunia pendidikan, mulai dari minimnya sarana dan prasarana, kesejahteraan pendidik dan masih banyak lagi rintangan yang ada merupakan ganjalan besar dalam peningkatan mutu pendidikan. Bagaimana guru harus memperbaharui paradigma jika sarana dan prasarana tidak memadai? Bagaimana mungkin pembelajaran berbasis teknologi akan terwujud apabila tidak ada media teknologi (komputer) dalam proses belajar mengajar? Kalaupun sudah ada, apakah guru sudah bisa mengoperasikannya? logika yang bisa diterima karena terbentuk dari sebuah realita.
Benang kusutpun harus diurai, solusi harus dicari. Membahas dan berdebat dengan perbedaan argumen dalam mencari “kotak hitam” permasalahan pendidikan, hanya akan menciptakan polemik yang berkepanjangan, dan guru tidak akan bisa memperbaharui paradigmanya apabila hanya terjebak dalam polemik masalah pendidikan. Telalu lama terlarut, kadang kita sendiri lupa, bahwa kreativitas lahir dari keterbatasan.
Taruhlah, semua sekolahan memiliki sarana dan prasarana yang yang memadai. Dengan anggaran pendidikan yang berangsur- angsur meningkat, memungkinkan kebutuhan akan media teknologi (komputer dan internet) di setiap sekolah terpenuhi, program pemerintah dalam peningkatan mutu pendidik dapat tercapai, dengan indikasi bahwa guru akan menguasai/ dapat menggunakan media teknologi. Akan tetapi, setelah semuanya terealisasi apakah dapat menjamin terciptanya pembelajaran berbasis teknologi?. Tentunya tidak, siapa yang akan menjamin?
Terlepas dari benar atau tidaknya telaah diatas memang harus dibuktikan secara empiris, tetapi secara sederhana kesimpulan yang bisa diambil sebagai titik temu sekaligus titik tumpu fundamental dalam pembaharuan paradigma pembelajaran adalah berpulang pada kesadaran guru dalam pembaharuan paradigma. Sebuah pembaharuan paradigma dalam pembelajaran yang lebih inovatif dalam akselerasi dunia pendidikan yang selalu dinamis.

Paradigma pembelajaran berbasis teknologi
Teknologi Informasi dan komunikasi telah menggema dalam sendi- sendi peradaban manusia, terlebih lagi, “virus teknologi” telah menjalar pada sendi peradaban yang sangat urgen, yaitu sendi pendidikan. Komputerisasi dalam pembelajaran, mau tidak mau menuntut stakeholders pendidikan ( terutama guru) untuk merubah paradigma dari pembelajaran konvensional menuju pembelajaran berbasis teknologi.
Aplikasi teknologi dalam pembelajaran yang didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, pada akhirnya mengimplikasikan peningkatan proses, produk dan hasil pembelajaran berbasis teknologi pula. Secara sederhana, reorientasi proses pembelajaran dapat diimplementasikan melalui media komputer. Sebagai contoh, materi pelajaran dapat disajikan melalui bentuk aplikasi program Microsoft power point, audio visual dengan media CD/ VCD, video/ tape recorde, OHP dsb(media berbasis teknologi lain) sehingga dapat merangsang dan mendorong semangat, minat dan motivasi subyek didik dalam proses belajar mengajar, sekaligus menghemat energi guru dalam menyampaikan materi (mengurangi metode ceramah), yang pada akhirnya akan bermuara pada proses Pembelajaran Aktif, Kreatif dan Menyenangkan.
Tatkala pembelajaran dipandang sebagai produk/ hasil, pembelajaran berbasis teknologi dapat menghasilkan produk belajar yang tidak lagi gagap teknologi, akan tetapi dapat tercipta generasi penerus bangsa yang melek teknologi sejak dini, sehingga dalam rantai makanan globalisasi, bangsa ini bukan hanya dipandang sebagai bangsa tingkat konsumen, melainkan sebuah bangsa dengan label “produsen teknologi“.
Sebagai langah awal dalam pembaharuan paradigma pembelajaran, marilah kita bertanya pada diri sendiri, sudahkah kita sebagai pendidik merubah diri dari sekedar beraksi menjadi berinteraksi? Sudahkah kita merubah pandangan terhadap dunia bahwa jaman telah berubah dan terus selalu berubah/ berkembang? Siapkah kita dalam menyongsong dan menghadapi perubahan? Sebuah refleksi dari kisah sederhana untuk sebuah bangsa yang besar “guru bukan penyanyi, guru tidak sama seperti penyanyi, guru lebih hebat dari penyanyi karena guru mampu menciptakan ribuan penyanyi”.
ARTIKEL TELAH DIMUAT DI MAJALAH JURNAL PENDIDIKAN BATANG BERKEMBANG EDISI KE-3 TAHUN 2008

Tidak ada komentar: